Ekonomi
Mikro Islam dan Konvensional
Suatu
Perbandingan Mendasar
Ekonomi mikro pada dasarnya merupakan suatu konsep ilmu yang mempelajari
bagaimana perilaku tiap-tiap individu dalam setiap unit ekonomi, Ekonomi mikro
juga dapat berperan sebagai konsumen, pekerja, investor, pemilik tanah atau resource
yang lain, ataupun perilaku dari sebuah industri.
Saat ini kita mengenal dua konsep ilmu ekonomi mikro. Pertama
Pembahasan ekonomi mikro konvensional yang didasarkan pada perilaku
individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Ekonomi ini
akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan aturan menurut persepsinya masing-masing
dengan hanya menggunakan logika dan semerta-merta mencari keuntungan saja.
Kedua Pembahasan
ekonomi mikro islam. Ekonomi mikro Islam merupakan aktifitas hubungan
individu-individu manusia yang didasarkan kepada factor moral atau norma yang
terangkum dalam tatanan syariah. Rasulullah menjadikan masalah ekonomi sebagai
suatu hal yang harus diberikan perhatian yang lebih. Oleh karena perekonomian
adalah pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Mustahil suatu negara
Islam akan maju dan makmur menjalankan roda pemerintahan tanpa ada aktifitas
perekonomian yang kuat dan fundamentalis. Sehingga tercatat dalam sejarah Islam
praktek perokonomian dan keuangan menjadi hal terpenting untuk di bina, baik
makro, mikro, fizkal dan bahkan moneternya.
1.
Definisi Ekonomi Mikro Islam menurut Ekonomi Islam
Dari uraian sejarah singkat dari ekonomi mikro tersebut maka definisi
ekonomi mikro tidaklah lagi sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal
dalam buku-buku mengenai keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori
yang menelaah kegiatan ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan
antara produksi, konsumsi, harga, permintaan dan penawaran. Tidaklah demikian.
Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi dari ekonomi mikro dapat kita
definisikan dengan definisi yang lebih akurat, yakni sebagai berikut:
Bahwa Ekonomi Mikro
adalah:
“Teori ekonomi yang
menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam suatu masyarakat, yang apabila
teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan nyata pasti akan menimbulkan
masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah dapat terselesaikan dengan
cara apapun juga.”
Apabila ada sebuah solusi yang mampu meredam
gejolak masalah tersebut, pasti dikemudian hari masalah tersebut akan muncul
kembali dengan permasalahan yang jauh lebih besar.
Islam lah menjadi solusi dalam nenerapkan
sistem perekonomian yang kokoh dan adil bagi seluruh kalangan manusia tanpa
mendhaliminya. Ekonomi Islam menuntut setiap pelaku ekonomi untuk menjalankan
setiap aktifitas usahanya dengan konsep transparansi, tanpa riba, tanpa gharar
dan tanpa monopoli. Karena dengan monopoli harga barang pasaran akan naik dan
mahal. Sehingga masyarakat menjadi korban kerakusan pelaku ekonomi tersebut.
2.
Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam
Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok
bahasan ilmu mikro ekonomi yang
telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu ekonomi Islam, diantaranya adalah:
a. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami
- Perluasan konsep Rasionalitas
melalui persyaratan transitivitas dan pengaruh infak
(sedekah) terhadap utilitas.
- Perluasan
spektrum utilitas oleh nilai Islam tentang halal dan haram
- Pelonggaran persyaratan
kontinuitas, misal permintaan barang haram ketika keadaan
darurat.
- Perluasan horison waktu (kebalikan
konsep time value of money)
b. Teori Permintaan Islami
- Peningkatan
Utilitas antara barang halal dan haram.
- Corner
Solution untuk pilihan halal-haram.
- Permintaan
barang haram dalam keadaan darurat (tidak optimal)
c. Teori Produksi Islami
- Perbandingan pengaruh
sistem bunga dan bagi hasil terhadap biaya produksi,
- Pendapatan, dan
efisiensi produksi.
d. Teori Penawaran Islami
- Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat
perniagaan terhadap surplus
produsen.
- Internalisasi
Biaya Eksternal.
- Penerapan Biaya Kompensasi, batas
ukuran, atau daur ulang.
e. Mekanisme
Pasar Islami
- Mekanisme pasar
menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.
- Mekanisme pasar
Islami dan intervensi harga Islami.
- Intervensi
harga yang adil dan zalim.
f. Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan
- Infak dan maksimalisasi utilitas
- Superioritas
sistem ekonomi Islam
3.
Karakteristik Ekonomi Mikro Islam
Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun
rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh
manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t.
sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum
ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis
(syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas
konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).
Dalam
Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara
keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya
merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang
bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin
memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan
yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu
agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi
Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem
akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan
dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas
asas-asas akadiah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas
akhlaqiyyah) yang lainnya.
Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat
ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari
akidah Islamiah (al-`aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan
pertanggung-jawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka
seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah
dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan
dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di
hari kiamat kelak.
Berkarakter
ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata
aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan
kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan
kepada Allah s.w.t., dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan
demikian maka penerapan aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami)
adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan
umum.
Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah
memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak
pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak.
Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas
ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni
kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam,
kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali akhlaq
(etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara
keseluruhan.
Elastis
(al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau
evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik
al-Qur’an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi,
tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan
garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam
secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan
kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi
cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).
Objektif (al-maudhu`iyyah),
dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak
obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya
adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku
ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik,
agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping
terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam
Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam
berdagang/berbisnis.
Memiliki target
sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan
sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi
(ar-rafahiyah al-maddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih
jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas)
dan pendidikan kejiwaan.
Realistis (al-waqi`iyyah).
Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak
selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain.
Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan
dari hal-hal yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam
mengharamkan praktek jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk
mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak)
pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau
sekurang-kurangnya tidak berdosa
Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip
ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal)
tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan
harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan
Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas dalih apapun, seseorang tidak
bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta
kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya.
Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam
al-mal). Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan/kepiawaian dalam
mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam
berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti
tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal
yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-hal yang akan
merugikan orang lain.
4.
Kelemahan
Ekonomi Mikro Islam dan Konvensional
Pada penerapan ekonomi mikro masih terdapat beberapa kelemahan yang
mendasar, baik dikaji secara konvesional maupun secara Islam. Pada penerapan ekonomi mikro konvensional
kelemahannya terdapat pada ketidakjelasan hubungan yang ingin tercapai dari
praktek ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ekonomi mikro islam hadir untuk
menutupi dan melengkapi kelemahan yang terdapat dalam ekonomi mikro
kenvesional. Usaha ini ditujukan dengan adanya pembangunan fondasi atau dasar
yang jelas dalam membangun ekonomi mikro yang bertujuan akhirnya untuk mendukung
infrastruktur utama pada ekonomi makro.
5.
Kelemahan mikro
ekonomi islam :
·
Masih
terbatas pada pembahasan dipermukaannya saja, belum dalam tahap prkatek yang
konkrit.
·
Masih
dalam bentuk konsep – konsep yang meliputi pembahasan pada ekonomi mikro
konvensional.
·
Pengapdosian
konsep atau model ekonomi konvensional pada ekonomi islam dikarenakan tidak adanya
perekonomian suatu Negara yang mutlak mengadopsi system ekonomi islam. Bahkan mendekati
system ekonomi islam pun belum ada, sehingga tidak mendukung ketersediaan data untuk
melakukan pengkajian terhadap ekonomi mikro islam. Hal inilah yang akhirnya
menghambat penerapan prinsip – prinsip ekonomi mikro islam yang meliputi sumber
hukum ekonomi islam, mode transaksi islam dan prinsip keuangan islam.
Dengan mengetahui factor pembeda antara dua konsep ekonomi mikro
dapat kita simpulkan bahwa suatu keharusan dan wajib hokum bagi umat Islam
untuk mengimplementasikan semua konsep perekonomian yang di dasarkan pada hokum
Islam (transaksi ekonomi Islam). Meskipun masih terdapat kekerungan dalam
penataan aturan-aturannya.
Rujukan Bacaan
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2007.
Abdul Azhim bin Badawi Alkahfi, Al-Wajiz (Panduan Fiqh
Lengkap),Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007.
Ascarya, Akad dan Produk
Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam (Prinsip, Dasar dan
Tujuan), Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004
Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia,
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN-MUI BI, 2001.
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan
Tanggung Menanggung, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005.
Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi (Teori dan aplikasi),
Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2005.
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah, Jakarta:
Rajawali, 2008.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: Akademik Manajemen
Perusahaan YKPN, 2002.
Rudyi Lontoh, dkk, Penyelesaian Utang-Piutang melalui Pailit atau
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001
.
Ridwan Nurdin, Akad-akad Fiqh Pada Perbankan Syariah di Indonesia
(Sejarah, Konsep, dan Perkembangannya),
Banda Aceh: Yayasan Pena Banda Aceh,
2010.
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata
Hukum Indonesia, Jakarta: Grafiti, 2005.