Thursday 16 June 2016

Ekonomi Mikro versus Mikro Konvensional 2021

Ekonomi Mikro Islam dan Konvensional
Suatu Perbandingan Mendasar




Ekonomi mikro pada dasarnya merupakan suatu konsep ilmu yang mempelajari bagaimana perilaku tiap-tiap individu dalam setiap unit ekonomi, Ekonomi mikro juga dapat berperan sebagai konsumen, pekerja, investor, pemilik tanah atau resource yang lain, ataupun perilaku dari sebuah industri.

Saat ini kita mengenal dua konsep ilmu ekonomi mikro. Pertama Pembahasan ekonomi mikro konvensional yang didasarkan pada perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Ekonomi ini akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan  aturan menurut persepsinya masing-masing dengan hanya menggunakan logika dan semerta-merta mencari keuntungan saja.

Kedua Pembahasan ekonomi mikro islam. Ekonomi mikro Islam merupakan aktifitas hubungan individu-individu manusia yang didasarkan kepada factor moral atau norma yang terangkum dalam tatanan syariah. Rasulullah menjadikan masalah ekonomi sebagai suatu hal yang harus diberikan perhatian yang lebih. Oleh karena perekonomian adalah pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Mustahil suatu negara Islam akan maju dan makmur menjalankan roda pemerintahan tanpa ada aktifitas perekonomian yang kuat dan fundamentalis. Sehingga tercatat dalam sejarah Islam praktek perokonomian dan keuangan menjadi hal terpenting untuk di bina, baik makro, mikro, fizkal dan bahkan moneternya.

1.    Definisi Ekonomi Mikro Islam menurut Ekonomi Islam

Dari uraian sejarah singkat dari ekonomi mikro tersebut maka definisi ekonomi mikro tidaklah lagi sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal dalam buku-buku mengenai keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori yang menelaah kegiatan ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan antara produksi, konsumsi, harga, permintaan dan penawaran. Tidaklah demikian. Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi dari ekonomi mikro dapat kita definisikan dengan definisi yang lebih akurat, yakni sebagai berikut:

Bahwa Ekonomi Mikro adalah:

Teori ekonomi yang menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam suatu masyarakat, yang apabila teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan nyata pasti akan menimbulkan masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah dapat terselesaikan dengan cara apapun juga.”

Apabila ada sebuah solusi yang mampu meredam gejolak masalah tersebut, pasti dikemudian hari masalah tersebut akan muncul kembali dengan permasalahan yang jauh lebih besar.

Islam lah menjadi solusi dalam nenerapkan sistem perekonomian yang kokoh dan adil bagi seluruh kalangan manusia tanpa mendhaliminya. Ekonomi Islam menuntut setiap pelaku ekonomi untuk menjalankan setiap aktifitas usahanya dengan konsep transparansi, tanpa riba, tanpa gharar dan tanpa monopoli. Karena dengan monopoli harga barang pasaran akan naik dan mahal. Sehingga masyarakat menjadi korban kerakusan pelaku ekonomi tersebut.


                                                                                     Contoh Aktifitas Perekonomian Mikro

2.    Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam

Pada dataran teoritis, ada beberapa pokok bahasan ilmu mikro ekonomi yang telah menjadi kajian dari sudut pandang ilmu ekonomi Islam, diantaranya adalah:

a. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami
-  Perluasan konsep Rasionalitas melalui persyaratan transitivitas dan pengaruh infak
(sedekah) terhadap utilitas.
-  Perluasan spektrum utilitas oleh nilai Islam tentang halal dan haram
-  Pelonggaran persyaratan kontinuitas, misal permintaan barang haram ketika keadaan
   darurat.
-  Perluasan horison waktu (kebalikan konsep time value of money)

b. Teori Permintaan Islami
-   Peningkatan Utilitas antara barang halal dan haram.
-   Corner Solution untuk pilihan halal-haram.
-   Permintaan barang haram dalam keadaan darurat (tidak optimal)

c. Teori Produksi Islami
-   Perbandingan pengaruh sistem bunga dan bagi hasil terhadap biaya produksi,
-   Pendapatan, dan efisiensi produksi.

d. Teori Penawaran Islami
-   Perbandingan pengaruh pajak penjualan dan zakat perniagaan terhadap surplus
produsen.
-   Internalisasi Biaya Eksternal.
-   Penerapan Biaya Kompensasi, batas ukuran, atau daur ulang.

eMekanisme Pasar Islami
Mekanisme pasar menurut Abu Yusuf, al-Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun.
Mekanisme pasar Islami dan intervensi harga Islami.
- Intervensi harga yang adil dan zalim.

f. Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan
-  Infak dan maksimalisasi utilitas
Superioritas sistem ekonomi Islam

3.    Karakteristik Ekonomi Mikro Islam

Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).

 Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.

Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di hari kiamat kelak.



Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan umum.

Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan.

Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur’an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).

Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.

Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al-maddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.

Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau sekurang-kurangnya tidak berdosa

Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya.

Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan/kepiawaian dalam mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-hal yang akan merugikan orang lain.


4.    Kelemahan Ekonomi Mikro Islam dan Konvensional

Pada penerapan ekonomi mikro masih terdapat beberapa kelemahan yang mendasar, baik dikaji secara konvesional maupun secara Islam. Pada penerapan ekonomi mikro konvensional kelemahannya terdapat pada ketidakjelasan hubungan yang ingin tercapai dari praktek ekonomi mikro dan ekonomi makro. Ekonomi mikro islam hadir untuk menutupi dan melengkapi kelemahan yang terdapat dalam ekonomi mikro kenvesional. Usaha ini ditujukan dengan adanya pembangunan fondasi atau dasar yang jelas dalam membangun ekonomi mikro yang bertujuan akhirnya untuk mendukung infrastruktur utama pada ekonomi makro.

5.    Kelemahan mikro ekonomi islam :

·         Masih terbatas pada pembahasan dipermukaannya saja, belum dalam tahap prkatek yang
konkrit.
·         Masih dalam bentuk konsep – konsep yang meliputi pembahasan pada ekonomi mikro
konvensional.
·         Pengapdosian konsep atau model ekonomi konvensional pada ekonomi islam dikarenakan tidak adanya perekonomian suatu Negara yang mutlak mengadopsi system ekonomi islam. Bahkan mendekati system ekonomi islam pun belum ada, sehingga tidak mendukung ketersediaan data untuk melakukan pengkajian terhadap ekonomi mikro islam. Hal inilah yang akhirnya menghambat penerapan prinsip – prinsip ekonomi mikro islam yang meliputi sumber hukum ekonomi islam, mode transaksi islam dan prinsip keuangan islam.


Dengan mengetahui factor pembeda antara dua konsep ekonomi mikro dapat kita simpulkan bahwa suatu keharusan dan wajib hokum bagi umat Islam untuk mengimplementasikan semua konsep perekonomian yang di dasarkan pada hokum Islam (transaksi ekonomi Islam). Meskipun masih terdapat kekerungan dalam penataan aturan-aturannya.


Rujukan Bacaan

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2007.

Abdul Azhim bin Badawi Alkahfi, Al-Wajiz (Panduan Fiqh Lengkap),Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007.

Ascarya,  Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam (Prinsip, Dasar dan Tujuan), Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004

Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN-MUI BI, 2001.

Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005.

Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi (Teori dan aplikasi), Jakarta:   PT.Raja Grafindo Persada, 2005.

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah, Jakarta: Rajawali, 2008.

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: Akademik Manajemen Perusahaan   YKPN, 2002.

Rudyi Lontoh, dkk, Penyelesaian Utang-Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001
.
Ridwan Nurdin, Akad-akad Fiqh Pada Perbankan Syariah di Indonesia (Sejarah,  Konsep, dan Perkembangannya), Banda Aceh: Yayasan Pena Banda    Aceh, 2010.

Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum  Indonesia, Jakarta: Grafiti, 2005.

MANAGEMENT SYARIAH

  A. PENGAWASAN DALAM ISLAM Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controlling. Control adalah pengawasan, penilikan, peng...