Marketing atau pemasaran bermula dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Banyak orang yang menduga bahwa pemasaran hanya penjualan dan periklanan saja. Padahal pemasaran merupakan salah satu faktor terpenting sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan dan untuk menjaga kelangsungan usaha perusahaan tersebut.
Menurut
Philip Kothler, pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang membuat
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta inginkan lewat
penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.[1]
Di dalam buku lain disebutkan bahwa pemasaran adalah proses mengkonsentrasikan
berbagai sumber daya dan sasaran dari sebuah organisasi pada kesempatan dan
kebutuhan lingkungan.[2]
Sedangkan pemasaran menurut World Marketing Association (WMA) yang diajukan
oleh Hermawan Kartajaya adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang
mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari satu
inisiator kepada stakeholdernya.[3]
Manajemen pemasaran bank adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian dari kegiatan menghimpun dana, menyalurkan dana dan jasa-jasa
keuangan lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan kepuasan
nasabahnya.[4]
Pemasaran
yang berkesinambungan semestinya terdapat koordinasi yang baik dengan berbagai
departemen (tidak hanya di bagian pemasaran saja), sehingga dapat menciptakan
sinergi di dalam upaya melakukan kegiatan pemasaran.
2.1.1. Pemasaran Syari’ah
Pemasaran syari’ah adalah sebuah disiplin
bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan value
dari satu inisiator kepada stakeholdernya. Keseluruhan prosesnya sesuai
dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dalam Islam. Pemasaran syari’ah
merupakan salah satu muamalah yang dibenarkan dalam Islam, sepanjang dalam
proses transaksinya terpelihara dari hal-hal yang tidak dibenarkan oleh
ketentuan syari’ah.[5]
Ada empat karakteristik yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar, yaitu sebagai berikut :
a.
Teistis
(Rabbaniyyah)
Salah satu ciri khas syari’ah marketing yang
tidak dimiliki dalam pemasaran konvensional yang dikenal selama ini adalah
sifatnya yang religius (diniyyah). Kondisi ini tercipta tidak karena keterpaksaan,
akan tetapi berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai religius, yang dipandang
penting dan mewarnai aktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke dalam
perbuatan yang dapat merugikan orang lain.[6]
b.
Etis (akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syari’ah marketing
selain karena teistis (rabbaniyyah), juga karena ia sangat mengedepankan
masalah akhlak (moral dan etika) dalam seluruh aspek kegiatannya. Sifat etis
ini sebenarnya merupakan turunan dari sifat teistis (rabbaniyyah) di
atas.[7]
c.
Realistis
(Al-Waqi’iyyah)
Syari’ah marketing bukanlah konsep yang
eksklusif, fanatis, anti-modernitas, dan kaku. Syari’ah marketing adalah konsep
pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syari’ah Islamiyah
yang melandasinya.[8]
d.
Humanistis
(Al-Insaniyyah)
Keistimewaan syari’ah marketing yang lainnya
adalah sifatnya yang humanistis universal. Pengertian humanistis (al-insaniyyah)
adalah bahwa syari’ah diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat
kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dapat
terkekang dengan panduan syari’ah.[9]
Manajemen
pemasaran atau marketing dapat diartikan sebagai analisis, perencanaan,
penerapan dan pengendalian terhadap program yang dirancang untuk menciptakan,
membangun dan mempertahankan pertukaran dan hubungan yang menguntungkan pasar
sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.[10]
Dari
uraian definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran itu adalah proses
awal dari keberhasilan sebuah organisasi dan sangat penting bagi kelangsungan
sebuah organisasi, baik organisasi bisnis maupun non bisnis. Dahulu, pemasaran
dikhususkan untuk sektor bisnis saja. Akan tetapi pemasaran sekarang ini juga
menjadi komponen utama dalam strategi dari banyak organisasi seperti perguruan
tinggi, rumah sakit, sekolah-sekolah dan termasuk juga Baitul Mal selama tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah yang telah ditetapkan.
[1] Philip Kothler & Gari Amstrong, Dasar-dasar Pemasaran, Jilid 1,(terj. Alexander Sindoro), (Jakarta : PT. Prenhallindo, 1997), hlm. 6.
[2] Warren J. Keegan, Manajemen Pemasaran Global, (terj. Alexander Sindoro), (Jakarta : PT. Prenhallindo), 1996, hlm.4.
[3] Hermawan Kartajaya & Muhammad Syakir Sula, Syari’ah Marketing, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006), hlm. 25.
[4] Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2007), hlm. 169.
[5] Hermawan Kartajaya & M. Syakir Sula, Syari’ah Marketing, hlm. 25.
[6] Ibid, hlm. 27.
[7] Ibid, hlm. 31.
[8] Ibid, hlm. 34.
[9] Ibid, hlm. 37.
[10] Philip Kotler, Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, (terj. Jaka Wasana), (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1990), hlm. 20.