Sunday 4 April 2021

Perbankan Syariah Part 2

 DASAR HUKUM PERBANKAN SYARIAH


2.1.1. Dasar Hukum Perbankan Syari’ah

Adapun dasar-dasar hukum yang melandasi didirikannya perbankan syari’ah diambil dari al-Quran, Hadits, Peraturan dan   Perundang-undangan Negara Republik Indonesia.

a.    Al-Quran

                             i.          Surat Ar-Ruum : 38

!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$#

“ Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

 

                           ii.          Surat Al-Baqarah: 275

šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz 


“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

 

b.    Hadiṡ

 

                             i.          Hadi dari Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

عَنْ جَابِرِ قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِـلَ الرِّبَــا وَمُؤْكِلَــهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. mengutuk  orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksi nya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”. (HR. Muslim no. 2995, kitab al-Masaqqah)

 

                           ii.          Hadi dari Abdurrahman bin Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

حَّدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْـرَةَ عَنْ أَبِيْهِ رَضِي اللهُ عَنْهُمَ قَالَ نَـهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّـمَ عَنِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَالْذَهَـبِ بِالْذَّهَـبِ ِإلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَأَمَرَنَــا أَنْ نَبْتَـاعَ الْذَّهَـبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْـنَا وَالْفِضَّةَ بِالْذَّهَـبِ كَيْفَ شِئْـنَا

Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Bakar bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah saw. melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali dengan sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita.” (HR. Bukhari no. 2034, kitab al-Buyu )

 

c.     Peraturan dan Perundang-undangan RI

        i.          Periode PAKTO 1998 Tentang liberalisasi Perbankan

        ii.          Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

     iii.          Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun  1992 Tentang Perbankan

              

    iv.   SK.DIR.BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah

             

      v.        PBI No. 4/1/PBI/2002 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Berdasarkan  Prinsip Syari’ah dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah Oleh Bank Umum Konvensional.

Perbankan Syariah Part 1

 PERBANKAN ISLAM 

 

A. Pengertian Perbankan Islam

Perbankan syari’ah (Bank Syari’ah) terdiri dari dua kata, yaitu “bank” dan “syari’ah”.  Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1]

Secara etimologis syari’ah berarti jalan ke tempat atau jalan yang sesungguhnya harus diturut. Sedangkan secara istilah syari’ah adalah segala aturan Allah yang berkaitan dengan amalan manusia yang harus dipatuhi oleh manusia itu sendiri.[2]

Dalam kamus perbankan Bank Indonesia, Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, yang di dalamnya mencakup tentang kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya yang menggunakan sistem dan operasi perbankan berdasarkan prinsip syari’ah Islam yaitu mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha yang dituntun oleh al-Quran dan Hadits, dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan Hadits.[3]

Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang terdapat pada pasal 1 ayat 13 tentang perbankan prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah, antara lain :

                    i.          Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (muḍarabah)

                  ii.          Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)

                iii.          Prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)

                iv.          Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijārah)

                  v.          Atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewakan dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wal iqtinā’ ).[4]

Bank syari’ah merupakan suatu bentuk perbankan yang melakukan investasi secara halal berdasarkan al-Quran dan Hadiṡ dengan melakukan prinsip bagi hasil, jual-beli dan sewa-menyewa yang berorientasi pada keuntungan bersama. Hubungan nasabah dan bank dalam bentuk kemitraan dan setiap peluncuran produk harus sesuai dengan fatwa DPS ( Dewan Pengawas Syari’ah ).[5]

Sebagaimana perbankan konvensional, perbankan syari’ah juga menjalankan fungsinya sebgai penghimpun dan penyalur dana kepada nasabah. Namun sistem operasionalnya berbeda dengan bank konvensional. Sistem operasional bank syari’ah berdasarkan bagi hasil sedangkan bank konvensional mengacu pada sistem bunga. Bunga pada bank umum ditetapkan berdasarkan persentase pada jumlah modal yang dipinjamkan dan pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek yang dijalankan oleh nasabah mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Sementara jumlah pembayaran bunga simpanan tidak akan meningkat sekalipun bank mendapat keuntungan yang berlipat ganda. Sedangkan bagi hasil, besarnya tergantung pada jumlah keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank. Seandainya proyek yang dijalankan oleh nasabah berdasarkan pembiayaan bank mengalami kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Demikian juga jumlah keuntungan yang didapatkan.

Perbankan syari’ah dalam menjalankan usahanya harus sejalan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam, seperti prinsip perbankan non riba, prinsip perniagaan halal dan tidak haram, prinsip kerelaan  dalam kontrak (aqad) dan prinsip pengurusan dana yang amanah, jujur dan bertanggung jawab.[6]

Secara makro perbankan syari’ah mempunyai misi ke depan dalam pembinaan manajemen keuangan pada masyarakat, mengembangkan kompetisi yang sehat, menghidupkan lembaga zakat dan pembentukan ukhuwah dengan lembaga keuangan Islam lainnya.[7]



[1] Bank Indonesia, Pasal 1 UU RI No. 10 tahun 1998; perubahan dari UU RI No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/uu_bi_1099.pdf (13 Maret 2015).

[2] Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Sebuah Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 37-39.

[3] Z Dunil, Kamus Istilah Perbankan Bank Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 17.

[4] Bank Indonesia, Pasal 1 UU RI No. 10 tahun 1998; perubahan dari UU RI No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/uu_bi_1099.pdf (13 Maret 2015).

[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 34.

[6] J. Khalil, Prinsip Syari’ah Dalam Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 20, Agustus-September 2002, hlm. 47.

[7] Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah dalam F. Djamil, Urgensi Undang-Undang Perbankan Syari’ah di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 20, hlm. 41.

 

MANAGEMENT SYARIAH

  A. PENGAWASAN DALAM ISLAM Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controlling. Control adalah pengawasan, penilikan, peng...